Dompu,- Dalam acara diskusi publik bertajuk mendorong
partisipasi pemilih perempuan dalam pemilu yang digelar KPU Kabupaten Dompu,
Sabtu (25/11) terungkap bebarapa tantangan yang dihadapi perempuan ketika
berpartisipasi dalam pemilu.
Budaya Patriarki merupakan salah satu tantangan perempuan perpartisipasi dalam pemilu. Bahwa masih ada anggapan masyarakat,
perempuan sebaiknya tidak berada diruang publik dan pemikiran ini sudah
mengakar lama. “perempuan diwilayah domestic aja ngurus sumur, dapur dan Kasur.
Pernyataan ini masih ada ditengah-tengah kita”. Tutur Nursyamsiah yang hadir
sebagai narasumber di acara itu.
Lanjut Nur, Hambatan struktural bagi kaum perempuan
adalah pada Posisi pengambil kebijakan di partai masih di Dominasi oleh Laki-laki.
Sehingga political will untuk mendorong quota 30 % perempuan di parlemen itu
masih kurang. Ditambah lagi Afirmatif
Action tidak diimbangi dengan kesadaran gender Parpol maupun legislatif
sehingga berdampak pada, kurang disuarakannya issue2 tentang perempuan. Hal tersebut
diperparah lagi dengan Sistim politik dan partai politik tidak dibangun dengan prespektif
gender, dan tidak berdasarkan rekrutmen dan kaderisasi yang jelas. “Tiba-tiba
kita kaum perempuan dihubungi oleh parpol, diajak bergabung menjadi pengurus
dan anggota sementara kita tidak pernah dikader sejak awa di partai tersebut.” Jelasnya.
Hal lainnya adalah soal ekonomi, kebanyakan perempuan
yang terjun diranah politik adalah perempuan berekonomi lemah. Dia tak mampu
untuk melakukan mobilisasi pemilih sehinga jangan heran meskipun dalam daftar
calon tetap porsi perempuan dan laki-laki sama namun pada tingkat
keterpilihannya beda. Pada aspek lain, perempuan juga belum bisa meyakinkan
perempuan lainnya untuk memilihnya. “ meskipun daftar pemilih kita dominiasi
perempuan, namun pemilih perempuan belum yakin kepada calon perempuan.” Tandasnya.
Sementara Akademisi STKIP Yapis Dompu, Enung
Nurhasanah yang hadir dalam acara itu menambahkan bahwa salah satu yang
menghambat partisipasi perempuan dalam pemilu tertuama menjadi pemilih cerdas
adalah masih adanya hegemoni agama. Bahwa setiap isteri wajib tunduk dan patuh
kepada suami. “misalnya, saya ingin memilih calon tertentu yang saya anggap
baik namun suami menyuruh memilih yang lain sesuai pilihan suami. Mau tidak
mau, sebagai isteri harus patuh.” Ujarnya.
Anggota DPRD Kabupaten Dompu, Nadirah yang juga hadir
sebagai peserta di acara itu mengingatkan bahwa regulasi dan sistem pemilu kita
saat ini telah memberikan ruang terbuka bagi partisipasi politik perempuan.
Tiggal sekarang lanjutnya bagaimana perempuan menyiapkan kapasitas diri untuk
pantas berada diruang public terutama menjadi politisi perempuan yang nantinya
akan memberikan warna terhadap kebijakan-kebijakan yang menyangkut isu
perempuan.
Pada acara itu terdapat masukan buat KPU yang disampaikan Asiah, salah satu aktivis perempuan yang menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi oleh pemilih perempuan berpartisipasi dalam pemilu disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan informasi-informasi tentang demokrasi dan kepemiluan. Untuk itu, ujarnya KPU agar secara masif memberikan pendidikan politik khusus untuk kaum perempuan. " Sebagai pemilih perempuan, bagaimana kami mau berpartisipasi sementara kami tidak memahami pemilu itu seperti apa". Tandasnya.(Humas)
Ini Tantangan Perempuan Berpartisipasi Dalam Pemilu
4
/
5
Oleh
KPU Kabupaten Dompu